Monday, April 18, 2011

Antara Filsafat dan Feminisme


.
Antara Filsafat dan Feminisme

Judul buku                  : Filsafar Berperspektif Feminis
Penulis                         : Gadis Arivia
Penerbit                       : Yayasan Jurnal Perempuan (YJP)
Tahun Terbit                : 2003, cetakan pertama
Tebal buku                  : 336 halaman


            Setinggi apapun pendidikan perempuan, pada akhirnya akan pergi ke dapur juga. Begitulah istilah yang masih menjamur di lingkungan sekitar kita. Memang istilah itu tidaklah sepenuhnya salah, karena ada kalanya kaum perempuan harus berada di dapur untuk menyiapkan makanan bagi keluarganya. Namun istilah yang mengangkat nama perempuan tersebut memiliki arti tersembunyi, seakan-akan istilah itu menggambarkan bahwa kaum perempuan tidak berarti sama sekali, bahkan walaupun merekan mengenyam pendidikan yang tinggi. Tentu bagi perempuan hal itu merupakan ibarat cambuk yang meliliti kebebasan hidupnya. Masalah tersebut sangat kuat kaitannya dengan masalah gender antara kaum perempuan dan laki-laki, yaitu kedudukan perempuan jauh tertinggal di bawah laki-laki. Bahkan tidak sedikit para filsuf dengan ucapan-ucapan tajamnya menyidir ketidakberdayaan kaum perempuan. Sehingga pada masa tertentu kaum perempuan sangatlah terpuruk dalam segala bidang, mereka tidak bisa bersuara. berpendapat, berkreasi, dan hidup tidak setara dengan kaum laki-laki. Hat tersebut tidak lain hanyalah karena kaum maskulin yang terlalu mendeskriminasi kaum perempuan. Dengan munculnya masalah pergesekan gender tersebut, tidak sedikit para pemikir dunia, khususnya para pemikir wanita, melakukan pergerakan dalam tuntutannya disetarakan dengan kaum laki-laki termasuk mendapat hak, kewajiban, perlakuan yang sama serta memiliki kebebasan hidup, berfikir dan berpendapat.
            Oleh karena itu penulis buku ini, Gadis Arivia, dalam buku cetakan pertamanya memaparkan bahwa meskipun kebanyakan para filsuf dalam aliran filsafat meminggirkan kaum perempuan dan tidak memberikan ruang bagi pemikiran feminis, namun pada akhirnya telah ditemukan titik terang dalam mengatasi pergesekan gender tersebut. Titik terang tersebut yaitu sebuah pendekatan dekonstruksi (merupakan strategi untuk memunculkan lapisan-lapisan makna yang terdapat di dalam suatu “teks” yang selama ini makna-makna tersebut telah ditekan atau ditindas). Dekonstruksi ini digunakan untuk memperlihatkan bagaimana berfikir secara maskulin dan dengan pendekatan yang sama behasil meyuarakan filsuf-filsuf perempuan dengan cara-cara atau pengkajian yang baru.
            Dalam topik itulah, dibuatnya karangan buku berjudul Fisafat Berperspektif Feminis yang  ditujukan untuk memberi kesadaran dalam jiwa para filsuf khususnya, dan pada masyarakat luas umumnya akan kedudukan kaum feminis baik dalam berfikir, berpendapat juga dalam berperan aktif dalam bidang-bidang lain.
            Pengarang buku ini memetik salah satu istilah kata “feminis” dalam buku ini untuk menjelaskan suatu kaum perempuan yang telah dari zaman dahulu dibeda-bedakan dengan kaum laki-laki, sehingga dengan itu akan tertanam tekad dalam jiwa kaum wanita ingin mendapat perlakuan yang setara dengan kaum laki-laki dari tiap-tiap jiwa masyarakat luas, khususnya untuk membangkitkan jiwa kaum perempuan untuk hidup setara dengan kaum laki-laki dan bangkit dari keterpurukan.
            Gagasan buku ini menunjukan bahwa teks (tulisan), table-tabel, dan bagan-bagan ialah memiliki peran penting dalam menjelaskan tentang filsafat dan feminisme serta topik lain yang masih berkaitan dengan masalah gender.
            Melalui penjelasan-penjelasan baik teks, tabel-tabel, maupun bagan-bagan telah tergambarkan bahwa sejak dari dahulu suara-suara feminis telah ada namun para filsuf dengan aliran filsafatlah yang selanjutnya membungkam kaum perempuan serta mendeskriminasi dengan mengklaim bahwa kaum perempuan hanya sebagai makhluk yang bersifat lemah sehingga (meminjam kata-kata dari filsuf Schopenhaver dalam bukunya yang berjudul On Women) dikatakan kaum perempuan labih cocok untuk menjadi perawat dan mengajar anak-anak karena mereka dasarnya adalah anak-anak, mempunyai pandangan sempit, singkat kata, mereka selama hidupnya adalah anak-anak yang berbadan besar. Namun seiring berkembangnya pemikiran kaum wanita, maka muncul pergerakan feminisme hingga pada tahun 1800-an ataupun tahun 1970-an telah membawa dampak yang cukup luar biasa untuk kehidupan sehari-hari perempuan, serta muncul juga wacana-wacana tentang kedudukan kaum perempuan.
            Kelebihan akan terlihat dan nampak ketika membaca dan memahami buku ini, karena penulis tidak memakai gaya bahasa yang tinggi (sulit dimengerti) sehingga di samping gaya bahasa yang sederhana, juga terdapat halaman table-tabel dan bagan-bagan yang membantu pemahaman pembaca.
            Penulis mampu menjelaskan secara rinci dan mendalam tentang topik filsafat dan feminisme tersebut. Hal itu didukung oleh pemaparan dan ungkapan-ungkapan dari para ilmuwan juga filsuf-filsuf yang penulis cantumkan.
            Terbitnya buku ini di Indonesia layak diberikan apresiasi, apalagi dalam buku ini membahas dan mngupas tuntas tentang pandangan filsafat atas kaum feminis, pergerakan kaum feminis, dan kedudukan kaum feminis diantara kaum maskulin. Selain itu juga membahas pendekatan dekonstruksi dalam tujuannya menampakkan suara-suara feminis di dunia sehingga tidak ada lagi gesekan gender yang memanas. Diharapkan terbitnya buku ini dapat memberikan manfaat-manfaat serta membangun kesadaran pada manusia bahwa pada dasarnya Allah menciptakan manusia di bumi ini tanpa adanya perbedaan, semuanya sama, hanya keimanan dan ketaqwaanlah yang menjadi pembeda di antara kedua gender tersebut.

Wednesday, April 13, 2011

Dia dan hujan sore
Guyuran hujan sore itu membasahinya
Dia, Pria rentan berkulit coklat itu berjalan menarik sebelah kaki kanannya
Terlihat sukar namun terus berusaha melangkah
Baju putih lusuhnya terguyur tusukan dingin air hujan
Celana coklat pudar telah kuyup pula
Mencoba berjalan
Meski pelan tetap melangkah
Meski dingin menusuk tubuh tetap ditempuh
Kerut wajah coklatnya berbasuh hujan
Bahkan ia tak menghiraukannya
Melangkah
Kaki bersandal jepit biru itu terus melangkah
Ditengah para insan bumi pun lari berpayung
Mereka tak menghiraukan
Melihat pun enggan pada pria rentan berambut putih itu
Langkah kecilnya menggugah hatiku
Wajah menggigilnya menyayat jiwaku
Perih kurasa memandangnya
Airmataku  menetes tak tertahankan
Dalam hati berharap semoga Allah memberi angin
Angin yang akan mendekapnya dari butiran jarum dingin hujan sore itu